1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

UNEP: Ketimpangan Dana Adaptasi Iklim Membahayakan

Stuart Braun
3 November 2023

Sebuah riset dari Program Lingkungan PBB mencatat, kesenjangan dalam pembiayaan adaptasi iklim mencapai USD 366 miliar per tahun. Dampaknya berbahaya bagi wilayah yang rentan bencana cuaca ekstrem.

https://p.dw.com/p/4YNOe
Protes dalam KTT Iklim COP21
Protes dalam KTT Iklim COP21 di Paris, Prancis, 2015Foto: Reuters/C. Platiau

Ketika pemanasan global diyakini melejitkan intensitas gelombang panas, badai dan bencana banjir, sebuah laporan dari Program Lingkungan PBB, UNEP, mendesak agar dunia internasional mempercepat pembiayaan langkah-langkah adaptasi demi membangun ketahanan terhadap perubahan iklim ekstrem.

Riset UNEP menunjukkan bahwa investasi pada program adaptasi tercatat menurun pada tahun 2021. Adapun proyek-proyek baru mengalami stagnasi selama satu dekade seiring dengan memburuknya dampak iklim.

Meskipun UNEP mengaitkan kemunduran dalam mitigasi iklim dengan keadaan eksternal seperti pandemi COVID dan inflasi, kesenjangan dalam penyediaan dana adaptasi telah meningkat antara USD 194 miliar hingga USD 366 miliar per tahun.

Sementara itu, kebutuhan pendanaan adaptasi di negara-negara berkembang yang rentan terhadap perubahan iklim adalah 10-18 kali lebih tinggi dari jumlah dana yang mereka terima saat ini, demikian catatan UNEP.

Kesenjangan adaptasi ini ditaksir berkisar 50 persen lebih besar dari perkiraan sebelum penelitian dimulai. "Ini adalah perlambatan yang sangat mengkhawatirkan,” tulis Inger Andersen, direktur eksekutif UNEP, dalam laporannya.

Pendanaan adaptasi dapat membawa perbedaan besar jika dilakukan sekarang, kata para penulis laporan.

Otomatisasi dan Penghematan Air bagi Pertanian Masa Depan

Respons reaktif bahayakan mitigasi

Jika dana tahunan sebesar US$16 miliar diinvestasikan dengan jeli, misalnya melalui perbaikan tata kelola air atau reboisasi untuk sektor pertanian yang lebih tahan terhadap panas dan kekeringan, langkah tersebut akan mencegah sekitar 78 juta orang mengalami kelaparan atau menderita kelaparan kronis, demikian laporan tersebut.

Sementara itu, setiap US$1 miliar yang diinvestasikan dalam adaptasi terhadap banjir pesisir dapat mengurangi kerugian ekonomi sebesar US$14 miliar akibat badai ekstrem dan kenaikan permukaan air laut.

Namun pada tahun 2021, pendanaan adaptasi justru menurun sekitar 15% dan mencapai USD 21 miliar melalui mekanisme pendanaan internasional untuk negara-negara berkembang.

Salah satu permasalahannya, kata penulis utama Henry Neufeldt, adalah bahwa pemerintah dan donor swasta cendrung berkontribusi terhadap bantuan bencana hanya pada saat krisis dan gagal mendanai langkah-langkah adaptasi jangka panjang secara memadai.

Pendekatan reaktif ini akan menciptakan biaya adaptasi yang jauh lebih tinggi di masa depan, katanya. Hal yang sama juga berlaku untuk kompensasi iklim yang harus dibayarkan oleh negara penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia. Tema ini akan mengisi agenda utama Konferensi Tingkat tinggi Iklim PBB, COP28, November mendatang di Dubai, Uni Emirat Arab.

Andersen menyerukan agar COP28 menjadi "momen di mana dunia berkomitmen penuh untuk melindungi negara-negara berpenghasilan rendah dan yang kurang beruntung dari kerusakan dampak iklim.”

Sistem Peringatan Dini untuk Mitigasi Banjir

Mitigasi dampak bencana iklim

UNEP mengidentifikasi tujuh cara untuk meningkatkan pendanaan, termasuk melalui belanja anggaran negara, pendanaan internasional dan sumbangan sektor swasta.

Namun adaptasi pertama-tama harus menjadi komponen kunci dalam pendanaan iklim internasional yang lebih luas dan juga berfokus pada mitigasi serta kerugian dan kerusakan. Pendanaan ini harus "memperhitungkan” kebutuhan adaptasi dan prioritas negara-negara berkembang, dan khususnya perempuan, tulis UNEP. Investasi swasta yang lebih besar juga diperlukan.

Mengacu pada komitmen dari Pakta Iklim Glasgow tahun 2021 untuk menggandakan dana adaptasi pada tahun 2025, UNEP mengatakan bahwa tujuan ini dapat ditingkatkan "secara signifikan” ketika semua pihak akan menegosiasikan target pendanaan iklim kolektif yang baru untuk tahun 2030.

Namun menurut Henry Neufeldt, bahkan jika tercapai, janji untuk melipatgandakan pembiayaan menjadi sekitar $40 miliar per tahun yang dibuat di Glasgow "hanya akan mempersempit kesenjangan saat ini sebesar lima hingga 10%."

Harjeet Singh, pakar adaptasi dan kerugian dan kerusakan di lembaga pemikir iklim global, Climate Action Network (CAN), menegaskan kembali manfaat mengeluarkan lebih banyak dana untuk adaptasi.

"Masih banyak dampak yang bisa dicegah jika kita memperbaiki rumah kita, jika kita mampu memiliki benih yang berketahanan iklim,” kata Singh kepada DW. "Jika kita mampu memiliki sistem peringatan dini yang kuat, itulah yang kita maksud dengan adaptasi.”

Dia berpendapat bahwa kekurangan pendanaan dapat diatasi sebagian "jika kita mulai mengenakan pajak dan menghukum industri bahan bakar fosil dan polusi ini."

"Sangat mengejutkan dan ironis bahwa perusahaan bahan bakar fosil, yang bertanggung jawab menyebabkan dan memperburuk krisis iklim, terus menghasilkan keuntungan hingga ratusan miliar dolar,” kata Singh kepada DW.

"Di sisi lain, masyarakat yang tidak bertanggung jawab menyebabkan krisis iklim justru menderita dan tidak mendapatkan dukungan apa pun.”

Tujuannya bukan hanya untuk mendanai upaya adaptasi yang sangat membutuhkan di negara-negara Selatan, namun juga apa yang disebut "transisi yang adil” dari minyak dan gas ke energi ramah lingkungan di negara-negara miskin.

Ekspansi Ruang Hidup dan Adaptasi Iklim lewat Rumah di Dalam Tanah

Henry Neufeldt, sementara itu, percaya bahwa "kurangnya ambisi di antara pemerintah negara-negara Utara untuk mendukung adaptasi” harus diubah jika kesenjangan keuangan yang sangat besar ingin dijembatani.

Perencanaan dan implementasi adaptasi juga tampaknya tidak mengalami kemajuan, menurut laporan tersebut. Meskipun lima dari enam negara kini memiliki setidaknya satu instrumen perencanaan adaptasi nasional, termasuk solusi berbasis alam seperti reboisasi untuk meningkatkan ketahanan pangan, perencanaan tersebut berjalan lambat dan memerlukan dukungan yang lebih besar, kata UNEP.

Jumlah program adaptasi iklim yang disurvei dalam laporan ini juga lebih rendah pada tahun 2022, dibandingkan tahun sebelumnya.

"Kita perlu menghidupkan kembali prosesnya,” kata Neufeldt. "Karena jika tidak, kita akan gagal mengatasi kesenjangan implementasi. Dampak iklim meningkat dan investasi kita tidak meningkat.”

Ancaman di balik surutnya dana adaptasi

Laporan UNEP juga mencatat, lambatnya adaptasi dan kegagalan langkah-langkah mitigasi menyebabkan kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim juga meningkat.

"Sangat penting untuk dipahami bahwa jika kita tidak beradaptasi sekarang, kita akan melihat lebih banyak kerugian dan kerusakan,” kata Harjeet Singh.

Adaptasi bukan lagi sebuah investasi di masa depan namun sebuah krisis yang sedang berlangsung saat ini, jelas Henry Neufeldt.

"Lihatlah kebakaran hutan, lihat banjir di Pakistan tahun lalu, banjir di Cina tahun ini,” katanya. "Semakin sedikit kita beradaptasi dan melakukan mitigasi, semakin banyak kerugian dan kerusakan yang harus kita hadapi. Hal ini jauh lebih mahal dibandingkan dengan melakukan adaptasi saat ini.”

rzn/hp