1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

2022 Rekor Musim Panas dan Pencairan Gletser di Eropa

21 April 2023

Laporan iklim mencatat tahun 2022 menjadi rekor pencairan gletser Alpen terbanyak sepanjang tahun dan musim panas yang terpanas di Eropa. Selain itu, rekor tahun terpanas di dunia 2016, bakal segera terlewati.

https://p.dw.com/p/4QNgB
Penampakan danau Sulzenau di Pegunungan Alpen.
Foto Danau Sulzenau di Pegunungan Alpen, yang terbentuk dari gletser terbesar di Austria. Difoto pada bulan September 2022.Foto: Bernd Juergens/CHROMORANGE/picture alliance

Layanan Perubahan Iklim Copernicus (C3S) pada Kamis (20/04) melaporkan, lebih banyak gletser yang mencair di Pegunungan Alpen pada tahun 2022 lalu, dibandingkan catatan pencairan gletser tahun-tahun sebelumnya, di tengah rekor musim panas atau summer terpanas di Eropa.

Gletser Alpen kehilangan lebih dari lima kilometer kubik es, kata CS3. Organisasi ini mengaitkan kejadian ini dengan rendahnya curah salju pada musim dingin sebelumnya, dan suhu musim panas yang tinggi, serta periode pencairan yang berkepanjangan. Pemerintah Austria baru-baru ini melaporkan fenomena yang sama di daerah lokal.

Laporan itu lebih jauh menyebutkan, musim panas tahun 2022, yang ditandai dengan kekeringan dan gelombang panas, menjadi yang terpanas dalam catatan Eropa, yakni 1,4 derajat Celcius lebih panas dari rata-rata temperatur sejak tahun 1991 hingga 2020. Eropa telah memanas dengan laju dua kali lipat dari rata-rata pemanasan global dalam beberapa tahun terakhir, ujar laporan itu.

Suhu di Eropa barat mendukung tren ini, di beberapa negara seperti Inggris, Prancis, Italia, Spanyol, rata-rata suhu tahun 2022 jadi yang tertinggi dalam catatannya. Sementara Jerman, Belgia, Austria dan lainnya, berada di posisi kedua.

8 Tahun Terakhir, 8 Rekor Terpanas

Laporan itu juga menunjukan adanya temperatur tinggi yang tak biasa di kutub Utara dan Selatan di tahun 2022.

"Selama paruh kedua bulan Februari, luas es laut harian Antartika mencapai rekor terendahnya, melewati rekor minimum sebelumnya pada tahun 2017," tulis laporan itu.

Sementara itu di bagian utara, di Greenland, pada bulan September suhunya 8 derajat Celsius lebih tinggi dibanding biasanya.

Secara keseluruhan, CS3 mengklasifikasikan tahun 2022 menjadi tahun terpanas kelima, lebih tinggi 1 derajat Celsius atau lebih dari suhu rata-rata masa pra-industri, dengan delapan tahun terakhir tercatat sebagai delapan masa yang terpanas.

"Laporan ini menyoroti perubahan yang mengkhawatirkan soal iklim kita, termasuk musim panas terpanas di Eropa, ditandai dengan gelombang panas yang belum pernah terjadi sebelumnya di Laut Tengah dan suhu yang memecahkan rekor di Greenland," ujar Direktur CS3 Carlo Buontempo.

Dampak Krisis Iklim: Paus Ubah Rute Migrasi?

2023 atau 2024 Bakal Jadi Tahun Terpanas?

Kelompok pemantau yang bermarkas di Reading, Inggris, menyebut, ada kemungkinan rekor tahun terpanas di dunia, yang tercatat pada tahun 2016 bakal terkalahkan, jika fenomena cuaca El Nino kembali muncul setelah beberapa tahun mereda.

El Nino biasanya berkontribusi atas kenaikan suhu dan berkurangnya curah hujan. Sebetulnya, beberapa tahun terakhir sudah terjadi cuaca yang lebih panas, meskipun fenomena kembaran El Nino, yakni La Nina berkontribusi atas kondisi yang lebih sejuk dan basah.

"El Nino biasanya dikaitkan dengan suhu yang memecahkan temperatur dunia. Masih belum pasti apakah ini akan terjadi di tahun 2023 atau 2024, tapi menurut saya, kemungkinan besar akan terjadi," papar Buontempo.

Tanda-tanda kekeringan di musim dingin tahun 2023 di Eropa sudah banyak terlihat, khususnya di Spanyol dan Prancis. Pihak berwenang sudah mengeluarkan peringatan kemungkinan musim panas yang lebih panas dibanding tahun lalu.

Kapasitas pembangkitan energi surya di Eropa naik

CS3 juga melaporkan rekor emisi gas rumah kaca regional, khususnya dari kebakaran yang dipicu musim panas terpanas.

"Prancis, Spanyol, Jerman dan Slovenia juga mengalami emisi musim panas tertinggi dalam 20 tahun, dengan Eropa barat daya mengalami beberapa rekor kebakaran besar," kata laporan itu.

Studi ini juga mencatat data pembangkitan listrik energi terbarukan dan pengaruh perubahan iklim terhadapnya. Wakil Direktur C3S Samantha Burgess mengatakant; "memahami dan merespons perubahan dan variabilitas sumber daya energi, seperi angin dan matahari, merupakan hal penting guna mendukung transisi menuju nol emisi."

Dipicu rekor tingkat radiasi sinar matahari di sebagain besar wilayah Eropa, kapasitas pembangkitan energi surya naik sedikit di atas potensi rata-rata, yang jadi bagian dari tren yang berkelanjutan itu. Di sisi lain, dalam waktu yang sama potensi pembangkitan energi angin, turun sedikit di bawah rata-rata secara keseluruhan.

mh/as (AFP, dpa, Reuters).