1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Suu Kyi Ingin Lihat Pemilu Demokratis di Negaranya

5 Januari 2012

Pernyataan ini disampaikan Aung San Suu Kyi menjelang pembicaraan bersejarah dengan Menteri Luar Negeri Inggris William Hague yang berkunjung ke Myanmar untuk mendorong reformasi di negara itu.

https://p.dw.com/p/13eqx
Rakyat Myanmar sejak lama menantikan reformasi di negerinyaFoto: dapd

William Hague adalah Menteri Luar Negeri pertama Inggris yang mengunjungi negara yang dikuasai junta militer lebih dari setengah abad itu. Hari Kamis (5/1) ia bertemu Suu Kyi, tokoh oposisi dan peraih hadiah nobel perdamaian, yang secara hati-hati melihat perkembangan positif yang terjadi di negaranya.

Suu Kyi mengatakan “Saya pikir saya akan melihat pemilihan umum yang demokratis dalam hidup saya. Tapi kemudian, tentu saja saya tak tahu berapa lama lagi saya akan hidup” kata Suu Kyi dalam wawancara dengan BBC.

Ia menambahkan bahwa partainya yakni Liga Nasional untuk Demokrasi, kini sudah resmi terdaftar dan telah melewati persyaratan terakhir untuk ikut dalam pemilu 1 April 2012.

Tokoh oposisi berusia 66 tahuun itu, yang bisa jadi untuk pertama kalinya akan masuk ke parlemen jika ikut kontes pemilihan umum, bersikap datar mengenai kemungkinan ia akan maju dalam pencalonan sebagai presiden. “Saya bahkan tidak yakin bahwa ini adalah sesuatu yang memang ingin saya lakukan” kata Suu Kyi sebelum bertemu dengan William Hague.

Suu Kyi, dibebaskan tahun 2010, setelah tujuh tahun lamanya dikenai tahanan rumah. Kini, partainya yakni Liga Nasional untuk Demokrasi yang sempat dicabut status hukumnya oleh junta militer, juga bisa ikut dalam kontestasi demokrasi. “Sekarang kami punya kesempatan untuk secara resmi berpartisipasi dalam proses demokrasi” kata Juru Bicara Liga Nasional untuk Demokrasi Nyan Win.

William Hague, adalah Menteri Luar Negeri negara Uni Eropa pertama yang melakukan kunjungan ke Myanmar, sejak negeri itu dikuasai oleh junta militer. Saat memulai kunjungan di ibukota Naypyidaw, Hague mengatakan “Langkah reformasi lebih jauh diperlukan, agar berdampak pada penegakkan hak asasi manusia dan kebebasan politik”. Hague menambahkan “Secara khusus kami berharap melihat pembebasan semua tahanan politik yang tersisa, pelaksanaan pemilu yang bebas dan adil, akses kemanusiaan ke wilayah konflik, dan langkah-langkah yang bisa dipercaya menuju sebuah rekonsiliasi nasional”.

Kepada BBC, Hague mengatakan bahwa Menteri Luar Negeri Myanmar Maung Lwin berjanji akan menjalankan komitmen yang telah dibuat, untuk membebaskan para tahanan politik. Menteri Luar Negeri Inggris itu menyatakan “Perubahan tak bisa dibalik, dan saya setuju itu…saya menekankan bahwa dunia akan menilai pemerintah Myanmar dari apa yang mereka lakukan”.

Sejak menerima kekuasaan dari tangan militer tahun lalu, Than Sein yang juga merupakan seorang bekas Jenderal junta militer, telah melakukan dialog dengan Suu Kyi, dan menunda proyek pembangunan bendungan kontroversial yang didukung oleh Cina yang selama ini mendukung junta militer.

Selain itu, Than Sein juga menunjukkan sinyal ingin berdialog dengan masyarakat internasional. Sejumlah tahanan politik juga telah dibebaskan. Namun para aktivis memperkirakan masih ada sekitar 500 hingga 1.500 tahanan di penjara-penjara Myanmar, dan banyak diantara mereka adalah para para pembangkang yang telah puluhan tahun berada di balik jeruji besi.

Andy Budiman

Editor: Hendra Pasuhuk