1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sepak BolaIndonesia

Anak Desa yang Berkibar di Qatar dengan Gaya Pepatah Kuno

17 Desember 2022

Kepercayaan besar tidak datang begitu saja. Saprudin Bastomi membangunnya dengan ikhlas, bekerja keras, dan percaya bahwa setiap ada masalah, pasti ada solusinya.

https://p.dw.com/p/4L3C8
Saprudin Bastomi (kiri) dan taman hasil karyanya di Qatar
Saprudin Bastomi (kiri) dan taman hasil karyanya di QatarFoto: Privat

Perkenalkan: Saprudin Bastomi, 45 tahun, dari desa Segeran, Indramayu, yang kini berkibar di Qatar dengan berbekal pepatah kuno.

Maksudnya? Saprudin merujuk pepatah ini: Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. "Sederhana sih, tapi maknanya luas," kata sarjana Ilmu Tanah lulusan Universitas Gajah Mada (UGM) ini.

Dengan mengedepankan akhlak yang baik, menaruh respek, menghormati sesama, jadilah Saprudin seperti sekarang yang bisa menukangi persiapan Piala Dunia di Qatar.

"Tugas saya menyiapkan tanaman, baik pohon dan bunga juga seluruh rumput di semua stadion yang dipakai di Piala Dunia Qatar. Di antaranya Stadion Al Bayt di Al Khor, Stadion Al-Janoub di Al Wakra, Stadion Ahmad Bin Ali di Al Rayyan, Stadion Education City di Qatar Foundation, Stadion Al Thumama, Stadion 974 dan Stadion Lusail. 

Pekerja migran Indonesia di Qatar
Saprudin tidak ragu berburu pepohonan hingga ke Spanyol dan Thailand untuk menghijaukan stadion di Qatar.Foto: Privat

"Ada sekitar 16.000 pohon dan 679.000 semak, dan rumput yang mencakup area seluas 425.000 m2, dan 80-an varietas pohon dan semak yang berbeda," ujar bapak 4 anak ini.

Dia pun tidak ragu 'berburu' pohon sampai ke Spanyol, Italia hingga Thailand. Rumput pakai jenis Paspallum vaginatum.

Stadion Al Bayt di Kota Al-Khor adalah satu dari sedikit stadion yang berkesan buat Saprudin.

"Stadion itu dibangun di atas padang tandus, di tengah gurun dan sekarang rancak. Hijau adem," tukasnya.

Percaya tiap masalah ada solusinya

Kepercayaan besar yang didapat tidak datang sekonyong-konyong. Saprudin yang masuk Qatar 2009 membangunnya dengan ikhlas, bekerja keras, berserah diri kepada Allah dan percaya bahwa setiap ada masalah, pasti ada solusinya.

"Mesti tafakur kita," kata dia. Itu pula yang menjadi dasar berkibarnya Saprudin di Qatar.

Awal datang, ia bekerja di proyek Sport City sebagai insinyur lanskap: merawat Aspire Park, taman seluas 89 hektare dan kemudian jadi taman terbaik di Timur Tengah. 

Dari situ dia pindah ke Qatar Foundation di Educatipn City. Lalu pindah ke Qatar Olympic Committee dan sekarang sebagai manajer di Supreme Committee Nurseries and Trees Transplanting.

"Doa saya hari esok mesti lebih baik dari hari ini dikabulkan Allah," ujar Saprudin yang kemudian bisa membawa dua adiknya sebagai pekerja migran di Qatar. Satu di transplanting, satu di irigasi.

Saprudin suka bola. Piala Dunia tim favoritnya Maroko. Di Qatar dia punya FC Strawberry, klub yang banyak menghimpun alumni UGM.

Apakah karena itu dia kembali dipercaya menggarap proyek persiapan Piala Asia 2024 di Qatar?

"Boleh jadi," kata insinyur lanskap yang lebih suka dipanggil sebagai petani kota ini. (ae)

Hardimen Koto
Hardimen Koto Jurnalis dengan passion hebat untuk dunia olahraga.