1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Krisis Sampah Dampak Menjijikkan Sistim Politik Italia

19 Januari 2008

Napoli, kota terbesar ketiga di Italia ini tidak mampu mengatasi masalah sampahnya. Fenomena yang terus terulang tahun demi tahun, dan hanya salah satu dari sekian banyak dampak korupsi dalam sistim politik Italia.

https://p.dw.com/p/Cucm
Two women walk past garbage heaps in Naples, southern Italy, Wednesday, Jan. 2, 2008. Angry Neapolitans set fire Wednesday to heaps of garbage that have piled up for days, raising fears of toxic smoke as the southern city's garbage crisis continued into 2008. (AP Photo/Salvatore Laporta)
Jalan di Neapel yang dipenuhi sampahFoto: AP

Jalan-jalan di Napoli di Italia dipenuhi tumpukan sampah, bau busuk tercium di mana-mana dan tikus-tikus tampak bebas hilir mudik di antara tumpukan sampah. Pemandangan yang membuat para turis bergegas meninggalkan kota wisata Napoli, sekolah-sekolah ditutup dan warga di sana melakukan aksi protes.

Penyebab dari tumpukan sampah di Napoli adalah penuhnya kembali tempat pembuangan dan pembakaran sampah di sekitar Napoli. Sampah-sampah itu hanya diangkut dengan pengecualian, karena perusahaan pengangkutan sampah kota, sudah tidak tahu lagi mau ke mana dengan sampah-sampah tersebut. Penduduk di Napoli yang sudah sering kali mengalami masalah sampah kini benar-benar dibuat hilang akal. Setelah inisiatif masyarakat menghalangi pembangunan instalasi pembakaran dan pembuangan sampah, jalan-jalan di depan rumah dipenuhi gunung sampah. Kantong-kantong sampah sisa-sisa makanan menyebar bau di sepanjang jalan dan mengundang lalat-lalat beterbangan di atas tumpukan sampah. Bila siang hari tikus-tikus tampak berlompatan di antara sampah, pada malam hari gerombolan tikus yang melintas di antara sampah-sampah.

Di Frattamaggioere, sebuah kawasan kecil di pinggiran utara kota Napoli, situasinya sungguh dramatis. Sejak beberapa pekan kontainer sampah tidak lagi dikosongkan oleh dinas pembersihan sampah. Walikota Francesco Russo merasa takut menyebarnya penyakit lewat sampah-sampah yang menumpuk di pinggir jalan. Oleh sebab itu ia memerintahkan agar sekolah-sekolah ditutup hingga waktu yang tidak ditentukan.

Di sejumlah kota dan kawasan lainnya di Napoli, situasinya tidak lebih baik. Di pantai Amalfi yang terletak di dekatnya, jalan-jalan juga dipenuhi sampah. Asosiasi hotel dan penginapan melaporkan sejumlah turis membatalkan booking kamar atau menghentikan liburannya lebih awal.

Contoh Ketidakbecusan Sistim Pemerintahan

Gunung sampah yang terjadi di Napoli adalah puncak dari ketidak mampuan dan contoh yang menjijikkan cara pemerintahan di Italia. Masalah sampah terbentang di kawasan selatan Italia, dimana hanya 8 persen sampah yang didaur ulang. Masalah sampah hanya satu contoh, bagaimana pengelolaannya bukan ditujukan bagi kepentingan masyarakat umum melainkan untuk klien para politisi. Termasuk di antaranya bos Mafia Camorra, yang mengurus suara-suara pemilih yang penting dan meminta imbalannya, dengan sejumlah posisi bagi anak buahnya dan uang dari kas negara. Italia terperosok dalam sistim administrasi yang kacau. Dimana pembagian yang dilakukan merugikan masyarakat umum, dan masyarakat juga setia memilih wakil-wakil rakyat yang sama. Demikian seruan kemarahan seorang intelektual Auelio Pes

“Kami mengangkat para politisi ke kursi jabatannya dan sekarang mereka menyita semuanya. Mereka adalah penguasa tunggal, yang mengisi semua posisi penting dengan pendukungnya. Dokter kepala di rumah sakit, ilmuwan di universitas, bahkan kepala sekolah dan hakim.”

Dampaknya adalah semakin banyaknya para tokoh dan pimpinan yang tidak kompeten. Walikota, kepala rumah sakit atau pimpinan lembaga diangkat bukan berdasarkan prestasi tapi hanya lewat hubungan baik. Pejabat yang kompeten tentu tidak akan diam saja melihat problem yang dihadapi masyarakatnya melainkan memberikan impuls baru bagi negara ini.

Dilihat dari data statistik negara-negara maju, dari Italia dapat ditarik kesimpulan yang menyedihkan. Kereta-kereta apinya paling lambat, sekolah dasar dan menengahnya paling buruk, tingkat sanitasi rumah sakit yang buruk terutama di kawasan Selatan, jalan-jalan tol yang padat dan mahal, beban pajak tertinggi bagi para pengusaha dan sistim kehakiman yang paling buruk. Mantan Jaksa Agung Palermo Giancarlo Caselli berpendapat

“Orang harus merasa malu betapa lama waktu pelaksanaan proses-proses di Italia. Karena kurangnya uang untuk sektor kehakiman yang buruk sistim organisasinya. Dan karena banyaknya peraturan tidak tertulis, yang membuat semua proses menjadi berlarut-larut. Hal itu membuat kasus-kasus menjadi kadaluwarsa dan peradilan tidak dapat membantu keadilan bagi warganya.”

Dan situasi ini menarik pihak-pihak lainnya ke dalam lingkaranyang makin rumit. Tidak hanya orang-orang yang tidak mampu tapi juga wakil-wakil rakyat yang terbukti melakukan korupsi, dan pejabat negara yang tetap menduduki jabatannya tidak lupa untuk memberi upah bagi dirinya secara luar biasa.

Situasi bungkam seribu bahasa saat ini misalnya tengah melanda kawasan pemerintahan Bolzano di selatan Tirol, sejak diketahui bahwa pimpinan kawasan kecil itu ternyata berpenghasilan lebih besar misalnya dari Kanselir Jerman Angela Merkel. Para politisi berkilah dengan kata-kata

“Politik yang sebenarnya harus juga menetapkan sasaran yang tidak dapat tercapai, jika ingin menarik minat masyarakat”

....itulah yang baru-baru ini dijelaskan walikota Roma Walter Veltroni. Sikap seperti itu tidak akan berhasil mengatasi masalah sampah di Napoli. Dengan sampah yang jumlahnya sudah mencapai 100 ribu ton, Perdana Menteri Italia Romano Prodi akhirnya bereaksi. Ia mengerahkan militer untuk mengangkut sampah dari Napoli ke kawasan lain. Tapi di tempat tujuan masyarakat memprotes datangnya sampah Napoli.