1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Persiapan Sebelum Berangkat ke Jerman

Luky Setyarini

Banyak hal yang harus diketahui setiap calon mahasiswa sebelum melanjutkan pendidikannya di tingkat universitas dan sekolah tinggi, apalagi jika ingin menuntut ilmu di negeri orang.

https://p.dw.com/p/Copa
Persiapkan segala sesuatunya sebelum terbang ke Jerman.
Persiapkan segala sesuatunya sebelum terbang ke Jerman.Foto: AP

Informasi mengenai program studi, tempat di mana studi ditempuh, hingga jumlah biaya hidup yang harus dikeluarkan harus secara jelas dan tepat diperoleh oleh calon mahasiswa. Akan lebih mudah jika tempat studi masih berada di Indonesia, bahasa yang digunakan masih bahasa Indonesia dan kita langsung dapat berkunjung serta melihat sendiri keadaan sekolah dan daerah yang akan kita pilih sebagai tujuan studi. Namun, bagaimana jika tempat studi yang dituju berada di luar negeri?

Apa Saja yang Diperlukan?

Persiapan pertama yang diperlukan adalah kelengkapan surat-surat dan dokumen. Semua jenis dokumen, seperti akte kelahiran, daftar laporan pendidikan atau rapor dari kelas tiga sekolah menengah umum, Daftar Nilai Ebtanas Murni atau Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional, Surat Tanda Tamat Belajar atau ijazah SMA, dan ijazah dari universitas atau surat pernyataan pernah kuliah di suatu universitas harus diterjemahkan ke Bahasa Jerman.

Tidak sembarang terjemah, namun harus diterjemahkan pada penerjemah tersumpah. Nama dan alamat para penerjemah tersumpah di beberapa kota tersedia di Goethe Institut dan DAAD. Dokumen-dokumen ini diperlukan untuk ketika mendaftar universitas dan juga untuk mengajukan visa studi.

Persiapan lain yang tak kalah pentingnya adalah surat jaminan keuangan dari sponsor untuk mengajukan visa studi. Surat ini hanya dikeluarkan oleh pihak Kedutaan Besar Jerman di Indonesia dan untuk itu yang bertindak sebagai sponsor harus datang sendiri ke bagian pengurusan visa. Dengan berbekal surat keterangan kepemilikan rekening dengan jumlah saldo minimal 7020 Euro atau saldo dengan mata uang rupiah yang setara dengan jumlah tersebut, pihak sponsor sudah dapat mengajukan surat jaminan keuangan.

Selain itu perlu juga ditunjukkan sertifikat deposito, jika ada, buku tabungan, dan atau slip gaji untuk memperlihatkan jika sponsor masih mempunyai dana yang cukup untuk membiayai hidup sponsor sendiri dan keluarganya di luar biaya untuk keperluan studi tersebut diatas.

Persiapan Bahasa Jerman

Bahasa merupakan faktor terpenting jika calon mahasiswa hendak menempuh studi di luar negeri. Jika negara tujuan studi calon mahasiswa menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari, tentu akan jauh lebih mudah karena setiap siswa lulusan sekolah menengah umum di Indonesia mempelajari bahasa Inggris sejak sekolah menengah tingkat pertama bahkan sejak tingkat sekolah dasar.

Jerman merupakan negara yang menggunakan bahasa Inggris hanya sebagai bahasa kedua mereka. Bahasa resmi dan bahasa sehari-hari yang digunakan orang Jerman adalah bahasa Jerman. Artinya, bagi calon mahasiswa yang tertarik untuk kuliah di Jerman, harus terlebih dulu menguasai bahasa Jerman. Walau pun program studi yang ditawarkan di universitas dan sekolah tinggi di Jerman menggunakan bahasa Inggris, bukan berarti belajar bahasa Jerman menjadi tidak penting. Apa yang harus dilakukan jika tersesat di suatu daerah? Tentunya bertanya pada orang sekitar, bukan? Tidak semua orang Jerman, apalagi orang tua atau orang yang berada di kota kecil, mampu berbahasa Inggris.

Maria Fischer-Siregar dari Goethe Institut Jakarta menjelaskan tingkat penguasaan bahasa Jerman yang harus dipenuhi oleh calon mahasiswa Indonesia yang ingin kuliah di Jerman.

“Agar calon mahasiswa mendapatkan visa studi, dia harus lulus ujian Bahasa Jerman tingkat dasar. Sebagian besar mahasiswa Indonesia yang kuliah di jerman, harus lebih dulu menempuh Studienkolleg. Dan kebanyakan Studienkolleg mensyaratkan calon siswanya memiliki sertifikat bahasa jerman tingkat menengah. Ini berarti tingkat penguasaan Bahasa Jermannya pun diharapkan sampai tingkat menengah.“

Sistem Pendidikan di Jerman

Sistem pendidikan Jerman yang berbeda dengan sistem pendidikan Indonesia merupakan faktor penting yang juga harus diperhatikan. Berbeda dengan Indonesia yang memiliki sistem 12 tahun sekolah dari tingkat dasar sampai tingkat atas, anak-anak Jerman harus menyelesaikan sekolahnya selama 13 tahun untuk dapat menikmati pendidikan tinggi di universitas. Ini berarti, calon mahasiswa Indonesia harus terlebih dulu mengikuti sekolah persiapan universitas dan sekolah tinggi ilmu terapan selama satu tahun atau dua semester yang disebut Studienkolleg.

Sekolah persiapan ini memang ditujukan untuk calon mahasiswa asing yang tidak memiliki sistem pendidikan yang sama dengan Jerman. Seperti halnya di Indonesia, ada beberapa program studi di sekolah tingkat menengah atas Jerman agar siswa dapat berkonsentrasi sesuai dengan program studi yang akan ditempuh di tingkat universitas nantinya.

Program-program studi inilah yang diajarkan dalam Studienkolleg. Ada lima program studi yang ditawarkan Studienkolleg di Jerman, yaitu teknik atau T-Kurs, bisnis dan ekonomi atau W-Kurs, kedokteran dan biologi atau M-kurs, serta bahasa dan ilmu-ilmu sosial yang dapat ditemukan di G- Kurs maupun S-Kurs. Agar dapat mengikuti pendidikan di Studienkolleg, calon siswa diwajibkan untuk mengikuti ujian masuk.

Jangan lengah, tidak semua calon siswa dapat lulus dalam ujian masuk tersebut. Selain bahasa Jerman, mata pelajaran sesuai jurusan yang diinginkan yang menjadi mata ujiannya. Misalnya mata ujian matematika di T-Kurs atau biologi di M-Kurs. Sedangkan W-Kurs, G-Kurs atau pun S-Kurs mengutamakan bahasa Jerman sebagai persyaratan utama calon siswanya.

Sistem Gelar Pendidikan Tinggi di Jerman

Sistem pendidikan tinggi Jerman pun berbeda jika dibandingkan sistem pendidikan negara-negara lain di dunia yang kebanyakan mengikuti sistem pendidikan Amerika dan Inggris. Jika di kebanyakan negara, gelar yang dicapai di tingkat pendidikan tinggi biasanya Bachelor atau Sarjana, Master, dan Doktor, Jerman menggunakan nama Diplom dan Magister.

Tapi seiring dengan perkembangan zaman, Jerman kini memiliki jenjang gelar yang setara dengan Inggris atau Amerika. Mulai tahun ajaran 2007/2008, perguruan tinggi Jerman menawarkan gelar Bachelor, Master dan Doktor. Perubahan ini dilakukan di seluruh Eropa yang bertujuan untuk menyetarakan sistem pendidikan tinggi di Eropa dengan standar dan jaminan kualitas yang sama. Dengan begitu, mahasiswa dapat dengan mudah mengikuti program pertukaran mahasiswa dari Jerman ke negara Eropa lainnya, atau ke negara yang menggunakan sistem pendidikan tinggi Inggris dan Amerika.

Studi Keprofesian di Jerman

Tak kalah penting untuk diperhatikan adalah ada beberapa jenis profesi membutuhkan izin dari pemerintah setempat untuk dapat melakukan pekerjaannya. Misalnya pengacara dan dokter. Hanya sarjana hukum lulusan universitas di Indonesia yang menyelesaikan kursus keprofesian pengacara di Indonesia, yang dapat berpraktik sebagai pengacara di Indonesia.

Budi Sentosa, mahasiswa Indonesia yang pernah kuliah ilmu hukum di Jerman terpaksa pulang tanpa gelar karena terlambat mendapatkan informasi mengenai profesi yang dicita-citakannya. Budi Sentosa menceritakan pengalamannya, “Saya baru tahu ketika saya bertanya pada seorang praktisi di universitas…jika lulusan luar negeri tidak dapat berprofesi menjadi pengacara di Indonesia. Menurutnya, hanya sarjana hukum Indonesia yang dapat mengikuti kursus khusus 23 pertemuan untuk dapat menjadi pengacara di Indonesia.“

Sedangkan dokter spesialis lulusan universitas luar negeri harus mendapatkan penyetaraan ilmu dengan kerja sosial di rumah sakit dan juga harus menjalani ujian khusus profesi. Tidak semua dokter spesialis lulusan luar negeri dapat dengan mudah melalui proses penyetaraan. Hanya spesialis bidang tertentu yang masih jarang di Indonesia seperti spesialis syaraf atau spesialis tumor yang akan lebih mudah melewati proses penyetaraan itu.

Bagaimana dengan lulusan kedokteran umum dari luar negeri? Tentu akan jauh lebih sulit mendapatkan penyetaraan dari Dinas Pendidikan Tinggi Depdiknas. Selain begitu banyaknya dokter umum di Indonesia, beberapa penyakit tropis seperti malaria, demam berdarah atau muntaber hanya dipelajari di pendidikan kedokteran umum di Indonesia.