1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hubungan Cina-Afrika Lebih Untungkan Cina

7 Januari 2008

Hubungan dagang Cina dan Afrika dalam beberapa tahun terakhir berkembang pesat. Tapi kegiatan Cina di Afrika tidak selalu menguntungkan benua itu.

https://p.dw.com/p/ClYp
Sambutan terhadap Presiden Cina Hu Jintao ketika kunjungi Kamerun Januari 2007.Foto: AP

Banyak pemimpin Afrika yang sampai sekarang masih terkesan dengan Festival Afrika yang diselenggarakan Cina pada pertemuan puncak Cina-Afrika November 2006 di Beijing. Ketika itu, ibukota Cina dipenuhi motif-motif Afrika. Di sepanjang jalan bebas hambatan dari bandara menuju pusat kota berkibar bendera-bendera Afrika. Ketika Cina mengundang ke pertemuan puncak itu, ada 48 kepala negara yang datang ke Beijing.

Sejak saat itu, kegiatan Cina di Afrika meningkat pesat. Cina punya perjanjian dagang khusus dengan 41 negara di Afrika. Sedangkan dengan Afrika Selatan, stasiun pertama kunjungan Menteri Luar Negeri Yang Jiechi ke Afrika kali ini, sedang dibicarakan pembentukan zona perdagangan bebas.

Cina saat ini mengimpor sepertiga kebutuhan minyak buminya dari benua Afrika. Dan negara-negara Afrika mengeruk keuntungan dengan tingginya harga minyak mentah saat ini. Cina juga memberi berbagai fasilitas kredit kepada Afrika, tanpa memperhatikan situasi hak asasi manusia di suatu negara, sebagaimana yang sering dilakukan oleh pemerintahan di Eropa.

Banyak politisi di Eropa misalnya mengecam kerjasama Cina dengan Sudan dan Simbabwe. Namun menurut Mathhias Basedau, peneliti dari Institut Afrika di Hamburg, kecaman-kecaman itu tidak selalu tepat.

"Sudah jelas, mengaitkan bantuan dengan isu demokratisasi jadi lebih sulit, kalau ada pihak lain yang siap memberi bantuan tanpa menyinggung soal itu. Tapi perlu disebutkan juga, bahwa di masa lalu, kalau berhubungan dengan pemasokan bahan mentah, negara-negara Barat juga tidak terlalu peduli soal demokrasi atau isu korupsi. Jadi barat sebaiknya melakukan otokritik dulu.“

Politik perekonomian Cina tidak selalu menguntungkan Afrika. Produk murah dari Cina membanjiri sektor kebutuhan rumah tangga di Afrika. Satu-satunya pabrik sendal plastik di Tansania, OK Plast, terpaksa memecat 2000 pekerja karena tidak mampu bersaing dengan produk dari Cina. Sebagian besar industri tekstil Afrika juga terpaksa harus gulung tikar karena tidak mampu bersaing. Di Afrika Selatan saja, sekitar 75.000 lapangan kerja di sektor tekstil hilang akibat impor tekstil murah dari Cina.

Pengusaha, buruh tekstil dan media setempat mulai menggalang aksi protes. Cina akhirnya mengalah dan bersedia menerima aturan kuota yang diberlakukan Afrika Selatan. Cina hanya diperbolehkan mengekspor sampai 31 persen produk tekstil ke pasaran Afrika Selatan.

Peneliti dari institut Afrika di Hamburg, Matthias Basedau berpendapat, peran Cina di Afrika sangat tergantung pada sikap kelompok elit politik di kawasan itu.

"Apakah ini berkah atau kutukan, tergantung pada karakter sebuah rejim. Rejim yang memang memperhatikan kemakmuran rakyat, akan memetik keuntungan. Rejim yang hanya memikirkan kepentingannya sendiri juga akan untung, tapi rakyatnya akan mengalami kerugian.“

Sementara negara Jerman, menurut banyak pengamat masih terlalu ketinggalan dalam berpartisipasi di pasaran Afrika. Padahal, persaingan di pasaran Afrika makin ketat dan makin banyak pelaku ekonomi yang masuk ke kawasan itu.