1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perundingan Israel-Palestina di Washington

2 September 2010

Israel dan Palestina kembali melakukan perundingan langsung atas prakarsa Amerika Serikat. Tidak ada yang berharap solusi bisa segera ditemukan. Penyelesaian konflik Timur Tengah perlu melibatkan lebih banyak pihak.

https://p.dw.com/p/P2oo
Presiden Palestina Mahmoud Abbas (kiri) dan PM Israel Benjamin Netanyahu (kanan)Foto: ap

Harian konservatif Inggris Times menulis:

Dari pertemuan antara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas tidak diharapkan akan terjadi terobosan. Setelah hampir dua tahun tanpa konsultasi secara langsung, orang tidak seharusnya menaruh harapan terlalu besar pada pertemuan ini. Tapi Presiden Obama bersikap benar ketika ia bersikeras, bahwa dialog adalah jawaban yang tepat menghadapi blokade. Dalam konflik ini terlihat jelas, siapa pahlawan dan siapa penjahat. Hamas adalah rejim yang buas, yang telah bertekad untuk membunuh warga Israel dan membiarkan warga Palestina dalam kemiskinan. Sementara Israel dan warga Palestina di Tepi Barat sedang berusaha membuang rasa skeptis dan sekali lagi mencoba untuk berunding.

Harian Perancis Le Figaro berkomentar:

Setelah merebut kota Yerusalem dalam perang enam hari tahun 1967, Israel menyebut kota itu sebagai ibukotanya yang abadi dan tak mungkin dibagi. Dari berbagai tema yang jadi sengketa antara Israel dan Palestina, status kota Yerusalam adalah isu yang paling sulit diselesaikan. Jadi memang bijaksana untuk menunda pembahasan tema ini, sampai semua isu lain selesai dibahas. Tapi apakah pihak Palestina bisa menerima hal itu? Mengharapkan penyelesaian konflik Timur Tengah secara menyeluruh memang sebuah ilusi. Yang terutama diperlukan adalah itikad baik dan itu harus dimulai saat ini juga. Jika selama perundingan tidak terjadi kekerasan senjata, itu saja sudah merupakan kemajuan besar.

Harian Italia La Repubblica menulis:

Presiden Amerika Serikat Barack Obama menganggap perdamaian di Timur Tengah adalah mungkin. Namun untuk mewujudkan impian itu, ada tiga raksasa yang harus digerakkan, sebagaimana disampaikan penasehatnya Rahm Emanuel. Timur Tengah meliputi juga Irak dan Iran. Pertanyaannya sekarang adalah, setelah pertemuan pertama ini selesai, apa kelanjutannya. Utusan khusus untuk Timur Tengah George Mitchell berharap, pembicaraan antara Benjamin Netanyahu dan Mahmoud Abbas akan dilanjutkan dengan lebih intensif. Tapi semua pihak sadar, bahwa di belakang kelompok Hamas ada 'musuh perdamaian yang paling berbahaya', yakni Teheran.

Harian Jerman Neue Osnabrücker Zeitung berkomentar:

Jika kelompok radikal Hamas tidak dilibatkan dalam proses perdamaian, maka serangan gelap dan aksi balas dendam tidak akan berhenti. Sekalipun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyatakan siap berkompromi, belum ada yang berhasil diselesaikan. Di luar langkah diplomasi yang memang harus dirintis dengan pembicaraan bilateral, di luar acara makan malam panjang dan sikap bersahabat, kelompok Hamas masih menunggu untuk didengar. Masalahnya memang jauh lebih luas daripada soal pembagian Yerusalem, pembangunan pemukiman Yahudi dan pemulangan para pengungsi Palestina. Yang bisa dicapai di Washington hanyalah menetapkan sebuah kerangka awal saja.

Hendra Pasuhuk/dpa/afp
Editor: Kostermans