1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dapatkah Korea Utara Mengulang Sejarah 1966?

8 Juni 2010

Korea Utara, yang berada di urutan ke 104 FIFA, punya segudang misteri untuk mampu membuat kejutan. Tidak banyak yang diketahui dari skuad asuhan Kim Jong Hun ini, kecuali hasil kualifikasi yang menjanjikan.

https://p.dw.com/p/NlLQ
Foto: AP

Di tengah keriuhan Piala Dunia seperti ini, agak mudah untuk melewatkan betapa perhelatan sepak bola kali ini telah berhasil memunculkan wajah lain Korea Utara yang tidak bertautan dengan ancaman perang dan bom nuklir.

Selama 44 tahun terakhir, pencapaian terbesar tim nasional Korea Utara adalah debut luar biasa pada Piala Dunia di Inggris pada tahun 1966 dengan menerobos perempat final setelah menghempaskan Italia 1:0, sebelum kemudian takluk di tangan Portugal 3:5, setelah memimpin tiga gol selama nyaris 25 menit.

Tim Penuh Kejutan

Namun sejak menjuarai ASEAN Games 1978, perjalanan Korut di kancah sepak bola internasional dipenuhi kisah muram, mulai dari diskualifikasi, aksi boikot hingga perkara pembekuan keanggotaan oleh FIFA.

Fußballtrainer WM 2010 Kim Jong Hun Nordkorea
Kim Jong HunFoto: AP

Seperti juga dulu, skuad Kim Jong Hun mewarisi aura misterius yang membuatnya sulit ditebak. Kejutan mungkin menjadi satu-satunya yang bisa diperhitungkan. Sebagaimana halnya ketika pelatih Kim Jong Hun beberapa hari lalu mencoba menominasikan penyerang klub Amrokgang, Kim Myong Won, 27, sebagai kiper untuk menambah daya serang timnya. FIFA buru-buru memberi peringatan, „Siapapun yang terdaftar sebagai kiper, hanya boleh bermain sebagai kiper.“

Demi Pemimpin Besar dan Tanah Air

Kini, ketika Korea Utara telah kembali ke panggung sepak bola internasional, perlahan, meski untuk sesaat, bukan Kim Jong Il yang mengisi halaman surat kabar Eropa, melainkan Jong Tae Se, ujung tombak yang diharapkan akan membuat kejutan di Afrika Selatan.

Jong yang kini berusa 25 tahun memahami beban yang dipikulnya, “Saya ingin mencetak gol di setiap pertandingan, terutama melawan Brazil dan Portugal“, ujarnya mantap. Peluangnya tidak terlampau kecil, terlebih jika melihat 15 gol yang telah dicetak penyerang klub Jepang, Kawasaki Frontale, itu dalam 22 pertandingan bersama timnas.

“Saya sangat bahagia bisa mewakili bangsa saya,“ imbuhnya. Ketika ditanya soal pencapaian terbesar pada Piala Dunia kali ini, Jong tanpa basa-basi menjawab, “Kalau Kim Jong Il puas, pribadi terbesar di negara kami, itu akan menjadi kehormatan buat saya.”

Penyerang andalan Korea Utara Jong Tae Se, telah mengantongi 15 gol dalam 22 pertandingan bersama tim nasional
Foto: picture-alliance/Pressefoto ULMER

Jong mendaftar di timnas Korea Utara secara sukarela. Ia lahir dan tumbuh di Jepang. Ayahnya berasal dari utara, sementara ibunya dari selatan. Jika tidak bersama timnas, Jong merumput secara rutin di Liga Jepang bersama Kawasaki Frontale yang musim lalu berada di urutan kedua klasemen akhir.

Sepak Bola Merangsang Perubahan

Betapapun Korea Utara terisolasi secara politik dari masyarakat internasional, untuk urusan sepak bola, Pyongyang justru bersikap kooperatif. Selain Jong, tiga pemain lain baru-baru ini pindah ke liga utama Cina. “Korea Utara menyadari, mereka hanya bisa maju jika pemainnya pergi ke liga lain,“ ujar seorang investor Swiss yang kini aktif di liga Korea Utara belum lama ini kepada harian Jerman, Die Welt. Ia percaya, serdadu-serdadu Kim tidak lama lagi akan bisa merumput di Eropa.

Bicara soal keterbukaan mungkin terlalu dini, terutama jika melihat pengawasan ketat selama 24 jam terhadap para pemain dan keputusan absurd Pyongyang melarang warganya menonton langsung Piala Dunia dan sebaliknya mengirim 1000 orang suporter Cina ke Afrika Selatan untuk mendukung timnya.

Namun bahwa pelatih Kim Jong Hun sedemikian leluasa untuk memindahkan pemusatan latihan skuadnya ke Cina, Thailand dan terakhir Austria, bukan pula hal yang lazim buat sebuah pemerintahan totaliter ala Kim Jong Il.

Tim Nasional Perempuan Lebih Maju

Nyatanya sepak bola adalah satu dari sedikit harapan Korea Utara untuk menampilkan sisi positif dari negeri yang diduga mengurung 200.000 warganya dalam kamp konsentrasi dan aktif melaksanakan eksekusi mati terhadap musuh politik itu.

Seberapa serius Korea Utara memajukan sepakbolanya, terlihat dari prestasi yang mampu dicapai oleh timnas perempuan. 2006 tim U-20 mengukuhkan diri sebagai juara dunia, 2008 giliran kesebelasan U-17 yang merengkuh titel tersebut. Tiga kali Korea Utara memuncaki Asia Cup. Dua pemain timnas perempuan saat ini berlatih bersama Turbine Potsdam, klub tersukses dalam sejarah sepak bola perempuan di Jerman dan Eropa.

Musim panas ini Jong Tae Se dkk. punya peluang untuk mencuri simpati dunia. Jauh dari ketegangan di semenanjung Korea dan gonjang-ganjing senjata nuklir yang pernah membuat dunia tercekat. Terlepas dari itu, pelatih Kim Jong Hun dan anak asuhnya tidak boleh gegabah. Menurut kabar burung, sebagian pemain veteran 1966 yang dinilai terlalu banyak menghirup kenikmatan di negara Barat, dibuat menghilang dari publik selama bertahun-tahun.

Rizki Nugraha/sid/dpa/FIFA

Editor: Yuniman Farid